Standar Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan

standar_pemeriksaanI.    Pendahuluan

Dalam melaksanakan pemeriksaan atas kewajiban perpajakan Wajib Pajak, tentunya setiap Pemeriksa Pajak diharuskan memiliki suatu pedoman atau standar untuk menghimpun dan mengolah data, keterangan, atau bukti lainnya agar dapat memperoleh hasil pemeriksaan secara objektif dan profesional. Standar Pemeriksaan ini merupakan capaian minimum yang harus dicapai oleh petugas pemeriksa pajak dalam melaksanakan pemeriksaan. Sebelum mengacu pada standar pemeriksaan yang ada, Pemeriksa Pajak terlebih dahulu menetapkan tujuan dilakukannya pemeriksaan, baik untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak ataupun untuk tujuan lain. Berikut ini akan dibahas lebih lanjut mengenai standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER – 23/PJ/2013 tentang Standar Pemeriksaan.

II.    Pembahasan

Standar Pemeriksaan meliputi :

  1. Standar Umum Pemeriksaan
  2. Standar Pelaksanaan Pemeriksaan;dan
  3. Standar Pelaporan Hasil Pemeriksaan.

A.    Standar Umum Pemeriksaan

Standar Umum Pemeriksaan merupakan standar yang bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan Pemeriksa Pajak. Standar Umum Pemeriksaan ini selain berlaku untuk pemeriksaan  untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan , juga berlaku bagi pemeriksaan untuk tujuan lain. Adapun Pemeriksaan dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak yang memenuhi syarat sebagai berikut :

  1. Telah mendapat pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup serta memiliki keterampilan sebagai Pemeriksa Pajak.
    1. Persyaratan ini merupakan syarat kompetensi untuk dapat menjadi seorang Pemeriksa Pajak, baik sebagai individu maupun sebagai tim Pemeriksa Pajak (kompetensi kolektif).
    2. Pemeriksa Pajak harus memiliki pengetahuan dan keahlian yang memadai di bidang perpajakan, akuntansi, dan Pemeriksaan.
    3. Pemeriksa Pajak diharuskan memiliki pengetahuan umum tentang lingkungan dan proses bisnis Wajib Pajak, termasuk di antaranya adalah kemampuan menerapkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku.
    4. Pemeriksa Pajak harus memiliki keterampilan berkomunikasi secara jelas dan efektif, baik secara lisan maupun tulisan.
    5. Pemeriksa Pajak harus memelihara dan meningkatkan keahlian dan kompetensinya melalui pendidikan berkelanjutan. Pendidikan dimaksud dapat berupa diklat-diklat, kursus singkat, maupun seminar, baik yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pajak, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, maupun oleh instansi lainnya, di dalam maupun di luar negeri.
  2. Menggunakan keterampilannya secara cermat dan seksama.
    1. Dalam pelaksanaan Pemeriksaan dan penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), Pemeriksa Pajak harus menggunakan keterampilannya secara profesional, cermat dan seksama, objektif, dan independen, serta selalu menjaga integritas.
    2. Pemeriksa Pajak dianggap telah menggunakan keterampilannya secara cermat dan seksama apabila dalam melaksanakan Pemeriksaan didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  3. Jujur dan bersih dari tindakan-tindakan tercela serta senantiasa mengutamakan kepentingan negara.
    1. Pemeriksa Pajak dituntut untuk selalu jujur dan bersih dari tindakan tercela serta mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi ataupun golongan.
    2. Pemeriksa Pajak harus tunduk pada kode etik yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
    3. Dalam semua hal yang berkaitan dengan Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak harus bersikap independen, yaitu tidak mudah dipengaruhi oleh keadaan, kondisi, perbuatan dan/atau Wajib Pajak yang diperiksanya. Gangguan independensi yang dapat dialami oleh Pemeriksa Pajak selama Pemeriksaan meliputi hal-hal berikut:
      1. memiliki hubungan pertalian darah ke atas, ke bawah, atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan Wajib Pajak;
      2. memiliki kepentingan keuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan Wajib Pajak;
      3. pernah bekerja atau memberikan jasa di bidang yang berhubungan dengan masalah perpajakan, akuntansi, ataupun keuangan kepada Wajib Pajak dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir;
      4. memiliki teman dekat/keluarga yang dapat berposisi sebagai wakil Wajib Pajak yang diperiksa; atau
      5. keadaan, kondisi, dan perbuatan tertentu lainnya yang menurut pertimbangan Pemeriksa Pajak dapat mengganggu independensi.
    4. Dalam hal Pemeriksa Pajak mengalami gangguan independensi sebagaimana dimaksud pada angka 3) maka Pemeriksa Pajak harus memberitahukan kepada Kepala UP2 tentang adanya gangguan independensi tersebut. Selanjutnya, Kepala UP2 harus segera mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi gangguan independensi tersebut.
  4. Taat terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Dalam hal diperlukan, Pemeriksaan dapat dilaksanakan oleh tenaga ahli dari luar Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.

B.    Standar Pelaksanaan Pemeriksaan

Pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilakukan sesuai standar pelaksanaan Pemeriksaan, yaitu:

  1. Pelaksanaan Pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, yang paling sedikit meliputi kegiatan mengumpulkan dan mempelajari data Wajib Pajak, menyusun Rencana Pemeriksaan (audit plan), dan menyusun Program Pemeriksaan (audit program), serta mendapat pengawasan yang seksama.
  2. Pemeriksaan dilaksanakan dengan melakukan pengujian berdasarkan Metode Pemeriksaan dan Teknik Pemeriksaan sesuai dengan Program Pemeriksaan (audit program) yang telah disusun.
  3. Temuan hasil Pemeriksaan harus didasarkan pada bukti kompeten yang cukup dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  4. Pemeriksaan dilakukan oleh suatu tim Pemeriksa Pajak yang terdiri dari seorang Supervisor, seorang Ketua Tim, dan seorang atau lebih Anggota Tim, dan dalam keadaan tertentu Ketua Tim dapat merangkap sebagai Anggota Tim.
  5. Tim Pemeriksa Pajak dapat dibantu oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian tertentu, baik yang berasal dari Direktorat Jenderal Pajak maupun yang berasal dari instansi di luar Direktorat Jenderal Pajak yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai tenaga ahli, seperti penerjemah bahasa, ahli di bidang teknologi informasi, dan pengacara.
  6. Apabila diperlukan, Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan secara bersama-sama dengan tim pemeriksa dari instansi lain.
  7. Pemeriksaan dapat dilaksanakan di kantor Direktorat Jenderal Pajak, tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, dan/atau tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak.
  8. Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan di luar jam kerja.
  9. Pelaksanaan Pemeriksaan didokumentasikan dalam bentuk Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP).

Seluruh kegiatan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus didokumentasikan dalam bentuk KKP dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

  1. KKP wajib disusun oleh Pemeriksa Pajak dan berfungsi sebagai:
    1. bukti bahwa Pemeriksaan telah dilaksanakan sesuai standar pelaksanaan Pemeriksaan
    2. bahan dalam melakukan pembahasan akhir hasil Pemeriksaan dengan Wajib Pajak mengenai temuan hasil Pemeriksaan
    3. dasar pembuatan LHP
    4. sumber data atau informasi bagi penyelesaian keberatan atau banding yang diajukan oleh Wajib Pajak dan
    5. referensi untuk Pemeriksaan berikutnya.
  2. KKP harus memberikan gambaran mengenai:
    1. Prosedur Pemeriksaan yang dilaksanakan
    2. data, keterangan, dan/atau bukti yang diperoleh
    3. pengujian yang telah dilakukan dan
    4. simpulan dan hal-hal lain yang dianggap perlu yang berkaitan dengan Pemeriksaan.
  3. KKP harus ditelaah Supervisor untuk meyakini bahwa:
    1. Pemeriksaan telah dilakukan sesuai dengan Rencana Pemeriksaan dan perubahannya.
    2. Pemilihan Metode Pemeriksaan, Teknik Pemeriksaan, Prosedur Pemeriksaan, penghitungan matematis koreksi, dan dasar hukum koreksi telah dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan
  4. KKP harus diparaf oleh pembuat dan penelaah KKP.

C.    Standar Pelaporan

Kegiatan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilaporkan dalam bentuk LHP yang disusun sesuai standar pelaporan hasil Pemeriksaan, yaitu:

  1. LHP disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup dan pos-pos yang diperiksa sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, memuat simpulan Pemeriksa Pajak yang didukung temuan yang kuat tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan, dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait dengan Pemeriksaan.
  2. LHP untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sekurang-kurangnya memuat:
    1. penugasan Pemeriksaan
    2. identitas Wajib Pajak
    3. pembukuan atau pencatatan Wajib Pajak
    4. pemenuhan kewajiban perpajakan
    5. data/informasi yang tersedia
    6. buku dan dokumen yang dipinjam
    7. materi yang diperiksa
    8. uraian hasil Pemeriksaan
    9. ikhtisar hasil Pemeriksaan
    10. penghitungan pajak terutang dan
    11. simpulan dan usul Pemeriksa Pajak.
  3. LHP disusun dan ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
  4. LHP ditandatangani oleh Kepala UP2 untuk mengetahui apakah:
    1. Pos-pos yang diperiksa telah sesuai dengan Rencana Pemeriksaan dan perubahannya.
    2. Dasar hukum koreksi telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.

Ketentuan Lain

  • Pedoman di bidang Pemeriksaan adalah panduan Pemeriksaan yang memuat acuan yang bersifat umum yang dapat dijabarkan dalam Petunjuk Teknis di bidang Pemeriksaan untuk mendukung pelaksanaan Pemeriksaan yang harus digunakan Pemeriksa Pajak sebagai rujukan dalam Pemeriksaan.
  • Petunjuk Teknis di bidang Pemeriksaan adalah bimbingan yang merupakan tuntunan teknis Pemeriksaan yang dapat digunakan Pemeriksa Pajak dalam melakukan Pemeriksaan.
  • Petunjuk Pelaksanaan di bidang Pemeriksaan adalah bimbingan yang merupakan tuntunan operasional dan administrasi, yang memuat cara pelaksanaan Pemeriksaan, termasuk urutan pelaksanaannya yang harus diikuti oleh Pemeriksa Pajak dalam melakukan Pemeriksaan.
  • Pemeriksaan dilakukan secara objektif dan profesional berdasarkan Standar Pemeriksaan ini.
  • Pemeriksa Pajak tidak dikenai sanksi dalam hal Pemeriksaan yang dilakukan telah sesuai dengan Standar Pemeriksaan, serta dilaksanakan berdasarkan iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan.

III.    Penutup

Standar pemeriksaan merupakan salah satu indikator penting dalam menentukan suatu hasil pemeriksaan yang berisifat objektif dan profesional. Standar Pemeriksaan Pajak ini meliputi: Standar Umum Pemeriksaan, Standar Pelaksanaan Pemeriksaan dan Standar Pelaporan Hasil Pemeriksaan. Ketiga standar tersebut merupakan capaian minimum yang harus dilakukan oleh Pemeriksa Pajak sesuai dengan dengan tujuan pemeriksaan tersebut. Standar Umum Pemeriksaan berlaku bagi Pemeriksaan baik untuk menguji kepatuhan ataupun Pemeriksaan untuk tujuan lain. Sedangkan, Standar Pelaksanaan Pemeriksaan dan Standar Pelaporan Hasil Pemeriksaan harus disesuaikan dengan tujuan pemeriksaannya masing-masing.

IV.    Referensi

  1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009
  2. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.03/2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 Tentang Tata Cara Pemeriksaan.
  3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER – 23/PJ/2013 tentang Standar Pemeriksaan
Categories: Tax Learning

Artikel Terkait